Jumat, 01 Mei 2020

Asuransi Syariah: Pengertian, Prinsip, Sumber Hukum Asuransi Syariah, Perbedaan antara Asuransi Syariah dengan Asuransi Konvensional dan Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia

Assalamualaikum wr.wb..
Selamat datang di Blog aku..
Nah pada kesempatan kali ini aku akan menjelaskan tentang "ASURANSI SYARIAH" 
Yuk membaca dan semoga tulisan aku ini bermanfaat buat kalian ya temen-temen hehe..


PENGERTIAN ASURANSI SYARIAH
Asuransi syariah atau yang lebih dikenal dengan at-ta’min, takaful,  atau tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui inventasi dalam bentuk asset atau tabarru’ memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.

Prinsip dasar asuransi syariah adalah mengajak kepada setiap peserta untuk saling menjalin kerjasam peserta terhadap ssesuatu yang meringankan terhadap bencana yang menimpa.

Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu, atas dasar prinsip syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta.

Menurut fatwa DSN.No.21/DSN-MUI-X/2001. Asurani syariah (ta’min,takafur atau tadhangun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset/tabarru’ yang memberikan pola pengambilan untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariat.

KONSEP ASURANSI SYARIAH
Konsep asuransi syariah didasarkan pada Alquran surat Almaa’idah ayat 2 yang artinya: “ tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran " pelanggaran”.

Berdasarkan  konsep tersebut, kemudian dewan syariah nasional majelis ulama indonesia (MUI) memberikan pengertian tentang asuransi syariah pasal 1 ayat 1 Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.21/DSN-MUI/X/2001,menetapkan bahwa:
”Asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.”

M.Syakir Sula (2004,hlm 293) menegaskan bahwa konsep asuransi syariah adalah suatu konsep di mana terjadi saling memikul risiko diantara sesama peserta sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang muncul. Saling pukul risiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru' atau dana kebajikan (derma) yang tujuannya untuk menanggung risiko. 

  Dalam sistem operasional, asuransi syari’ah telah terhindar dari hal-hal yang diharamkan oleh para ulama, yaitu gharar, maisir, dan riba.

PRINSIP ASURANSI SYARIAH
  • Dibangun atas dasar kerjasama (ta’awun) 
  • Asuransi syariat tidak bersifat mu ’awadhoh, tetapi  tabrru’ atau Mudharabah.
  • Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariat.
  • Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah
  • Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akantetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh jamaah.
  • Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar’i
  • Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong). Dimana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengan mengalami kesulitan.
  • Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syari’ah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah).
  • Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegangamana untuk mengelolanya.
  • Bila ada peserta yang terkena musibah untuk pembayaran klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru’ (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diiklaskan untuk keperluan tolong menolong.
  • Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah salaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola dengan prinsip bagi hasil.
  • Adanya dewan pengawas syariah dalam perusahaan asuransi syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemenn produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat islam. (Abdul aziz 2010.hlm 192).

SUMBER HUKUM ASURANSI SYARIAH
Sumber hukum material asuransi syariah adalah syariah islam, sedangkan sumber syariah islam adalah alquran, Hadis, Ijma (ijtihad), Fatwa sahabat rasul,Qiyas, Istihsan, dan Urf (tradisi). Alquran dan hadis merupakan sumber utama hukum islam, namun dalam menetapkan prinsip-prinsip maupun praktik dan operasional asuransi syariah, parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syariah islam (Muhammad Syakir Sula, 2004,hlm,296).

Oleh karena itu pengaturan tentang asuransi syariah boleh didasarkan pada Ijma (ijtihad). Penetapan hukum dengan metode Ijma (ijtihad) dapat menggunakan beberapa cara, antara lain”
  1. Melalukan interpretasi atau penafsiran hukum secara analogi (qiyas), yaitu dengan cara mencari perbandingannya atau pengibaratannya..
  2. Untuk kemaslahatan umum (maslahah mursalah), yang bertumpu pada per-timbangan menarik manfaat dan menghindarkan mudharat.
  3. Meninggalkan dalil-dalil khusus dan menggunakan dalil-dalil umum yang dipandang lebih kuat (Istihsan).
  4. Dengan cara melestarikan berlakuknya ketentuan asal yang ada, kecuali terdapat dalil yang menetukan lain (Istish-ab).
  5. Mengukuhkan berlakunya adat kebiasaan yang tidak berlawanan dengan ketentuan syariah.

      Keberadaan asuransi syariah saat ini tidak dilarang undang-undang yang berlaku, yaitu undang-undang Nomor 2 tahun 1992 tentang perasuransian. Malahan, pemerintah telah mengeluarkan keputusan-keputusan yang berkenaan dengan asuransi, termasuk asuransi syariah yaitu sebagai berikut:
  1. Keputusan menteri keuangan republik indonesia No.424/KMK.06/2003 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi.
  2. Keputusan menteri keuangan republik indonesia No.426/KMK.06/2003 tentang perizinan usaha dan kelembagaan perusahaan reasuransi.
  3. Keputusan dirjen Lembaga keuangan No.Kep. 4499/LK/2000 tentang jenis, penilaian, dan pembatasan Investasi perusahaan Asuransi dan perusahaan Reasuransi dengan sistem syariah.
Kehadiran asuransi syariah diawali dengan beroperasinya bank syariah. Hal ini sesuai dengan Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan dan ketentuan pelaksanaan bank syariah. Pada saat ini bank syariah membutuhkan jasa asuransi syariah guna mendukung permodalan dan investasi dana. Pada tanggal 27 juli 1993, ICMI melalui yayasan abdi bangsa bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI), dan perusahaan asuransi tugu mandiri sepakat memprakarsai pendirian asuransi takaful dengan menyusun tim pembentukan asuransi takaful Indonesia (tepat).

Sebagai realisasi kesepakatan tersebut, didirikanlah PT Syarikat Takaful Indonesia sebagai Holding Company dan dua anak perusahaan yaitu PT asuransi Takafulkeluarga (asuransi jiwa) dan PT asuransi Takaful umum (asuransi kerugian). Pembentukan dua anak perusahaan tersebut, dimaksudkan untuk memenuhi ketentuan pasal 3 undang-undang nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, yang mana perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan asuransi kerugian harus berdiri terpisah.

PERBEDAAN ASURANSI SYARIAH DAN KONVENSIONAL
Hadirnya asuransi syariah tentunya  menjadikannya beda dengan asuransi  konvensional. Ada banyak sisi yang bisa dilihat dari perbedaan antara konvensional dan syariah. Apa saja perbedaan tersebut?

1. Pengelolaan Risiko
Pada Asuransi Syariah sekumpulan orang akan saling membantu dan tolong menolong, saling menjamin dan bekerja sama dengan cara mengumpulkan dana hibah (tabarru) ini disebut risk sharing. Apa itu risk sharing? Risk sharing adalah sebuah risiko yang dibebankan/dibagi kepada perusahaan dan peserta asuransi itu sendiri.

Sedangkan asuransi konvensional mem-berlakukan sistem risk transfer. Ini adalah konsep di mana risiko di pindahkan atau dibebankan oleh tertanggung (peserta asuransi) kepada pihak perusahaan asuransi yang bertindak sebagi penanggung di dalam perjanjian asuransi tersebut.

Gampangnya kalau asuransi syariah, risiko ditanggung bersama dengan melibatkan seluruh peserta asuransi sedangkan pada asuransi konvensional risiko ditanggung oleh si perusahaan asuransi itu sendiri.

2. Pengelolaan Dana
Dalam hal pengelolaan dana, asuransi syariah lebih transparan dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk mendatangkan keuntungan bagi para pemegang polis asuransi itu sendiri.

Sedangkan pada asuransi konvensional akan menentukan jumlah besaran premi dan berbagai biaya lainnya yang ditujukan untuk menghasilkan pendapatan dan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan itu sendiri atau dalam ekonomi mainstream disebut maximizing profit.

3. Sistem Perjanjian
Sistem perjanjian di sini dapat dikatakan sebagai akad. Di dalam asuransi syariah akad yang digunakan hanya akad hibah (tabarru) yang didasarkan pada sistem syariah dan dipastikan halal.
Sedangkan di dalam asuransi konvensional akad yang dilakukan cenderung sama dengan perjanjian jual beli. Karena pada dasarnya asuransi konvensional dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

4. Kepemilikan Dana
Dana di Asuransi Syariah adalah milik bersama di mana perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai pengelola dana saja.

Sedangkan pada asuransi konvensional, premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi adalah milik perusahaan asuransi tersebut, yang mana dalam hal ini perusahaan asuransi akan memiliki kewenangan penuh terhadap pengelolaan dan pengalokasian dana asuransi.

5. Pembagian Keuntungan
Di dalam asuransi syariah, semua keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan terkait dengan dana asuransi, akan dibagikan kepada semua peserta asuransi  tersebut.
Sedangkan asuransi konvensional, seluruh keuntungan yang didapatkan akan menjadi hak milik perusahaan asuransi tersebut.

6. Kewajiban Zakat
Perusahaan asuransi syariah mewajibkan pesertanya untuk membayar zakat yang jumlahnya akan disesuaikan dengan besarnya keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan sedangkan asuransi konvensional dalam sistem yang dibangunnya tidak menerapkan zakat sebagai kewajiban yang harus dibayarkan.

7. Klaim dan Layanan
Di dalam asuransi syariah, peserta bisa memanfaatkan perlindungan biaya rawat inap di rumah sakit untuk semua anggota keluarga. Di sini diterapkan sistem penggunaan kartu (cashless) dan membayar semua tagihan yang timbul. Satu polis asuransi digunakan untuk semua anggota keluarga, sehingga premi yang dikenakan oleh asuransi syariah juga akan lebih ringan.

Hal ini tidak berlaku dalam asuransi konvensional, di mana setiap orang akan memiliki polis sendiri dan premi yang dikenakan tentu akan lebih tinggi.

Dalam perkara klaim, asuransi syariah juga memungkinkan kamu untuk bisa melakukan double claim sehingga kamu akan tetap mendapatkan klaim yang kamu ajukan meskipun kamu telah mendapatkannya melalui asuransi yang lain.

8. Pengawasan
Pada asuransi syariah, pengawasan dilakukan oleh DSN MUI dalam bentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk mengawasi kesyariahan dari model bisnis dan Otoritas Jasa Keuangan untuk mengawasi sistem pada asuransinya.

Sedangkan pada asuransi konvensional, institusi yang mengawasi hanya Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

9. Instrumen Investasi
Asuransi Syariah harus berinvestasi pada sektor yang berprinsip syariah dan terhindar Maysir, Riba, Gharar.
Sedangkan Konvensional tidak mempertimbangkan kehalalan instrumen investasi yang digunakan.

10. Dana Hangus
Dana hangus adalah dana yang tidak diklaim (misalnya asuransi jiwa yang pemegang polisnya tidak meninggal dunia hingga masa pertanggungan berakhir) sehingga dana jadi hangus.
Namun hal seperti ini tidak berlaku di dalam asuransi syariah, karena dana tetap bisa diambil meskipun ada sebagian kecil yang diikhlaskan sebagai dana tabarru. Sedangkan pada asuransi konvensiona dana akan tetap hangus.

PERKEMBANGAN ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA
Perkembangan asuransi syari’ah di Indonesia mengalami pencapaian yang baik, terlebih lagi ketika ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Tahun 2003 tentang Perizinan bagi Pembukaan Perusahaan Asuransi dan Unit Usaha Syari’ah dari Perusahaan Konvensional, asuransi syari’ah di Indonesia mulai mengalami perkembangan yang signifikan hingga sekarang. Perkembangan pasca-KMK 2003, dalam waktu empat tahun saja lahir 40 perusahaan asuransi syari’ah.

Asuransi syariah di Indonesia berdasarkan sejarah yang ada diawali dengan berdirinya PT. Syarikat Takaful Indonesia pada tanggal 24 Februari 1994 atas prakarsa Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia Tbk., PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha muslim Indonesia. TEPATI ini mengadakan studi banding ke Malaysia pada tanggal 7-10 Agustus 1993 sebagai langkah awal pendirian, untuk melihat perkembangan dan sistem asuransi syariah di Malaysia yang dikelola oleh perusahaan atau syarikat Takaful Malaysia SDN, Bhd. Setelah melakukan studi banding TEPATI mendirikan PT. Syarikat Takaful Indonesia pada tanggal 24 Februari 1994, dengan nomor ijin usaha dan operasional berdasarkan SK. Menteri Kehakiman RI No. C2-6712.HT.01.01. Th. 1994 dan SIUP Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI No. 533/09-01/PB/VII/2000.
Sebagai pelopor asuransi syariah di Nusantara, PT. Syarikat Takaful Indonesia telah melayani masyarakat dengan jasa perlindungan asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah dan menerapkan prinsip-prinsip murni syariah pertama di Indonesia, selama lebih dari satu dasawarsa, melalui dua perusahaan operasionalnya, PT Asuransi Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa Syariah) dan PT Asuransi Takaful Umum (Asuransi Umum Syariah), sebagai anak perusahaan dari PT. Takaful Indonesia sebagai perusahaan induk (Holding Company).

Perkembangan asuransi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Khususnya karna Indonesia di dominasi oleh kaum Muslimin maka permintaan akan asuransi syariahpun semakin tinggi, apalagi asuransi ini didasarkan pada prisnip syariah Islam. Perkembangan asuransi syariah berkembang pesat khususnya sejak tahun 2010-2011 yang ditandai dengan bnyaknya pemilik modal yang berani melakukn investasi. Selain itu, perusahaan asuransipun banyak yang menambahkan produk asuransi syariah kedalam tawaran produk mereka.

Berdasarkan data yang dihimpun hingga semester I-2016, total premi asuransi syariah baik jiwa maupun umum tumbuh 26,45% menjadi Rp 30,6 triliun. Pertumbuhan premi asuransi syariah itu lebih tinggi ketimbang pertumbuhan premi asuransi konvensional. Diversifikasi produk asuransi syariah membuat pertumbuhan premi melaju. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pertumbuhan premi asuransi jiwa syariah dan asuransi umum syariah masing-masing tumbuh 21,1% dan 28,8%. Kinerja ini cukup menjanjikan dibandingkan pertumbuhan premi asuransi konvensional yang hanya 12%-18%.

5 komentar: