Assalamualaikum wr.wb..
Selamat datang di Blog aku..
Nah pada kesempatan kali ini aku akan menjelaskan tentang "PASAR MODAL SYARIAH"
PENGERTIAN PASAR MODAL SYARIAH
Pasar Modal Syariah merupakan pasar modal yang menerapkan prinsip syariah dalam kegiatan transaksinya dan terbebas dari hal-hal yang dilarang, seperti riba, perjudian, spekulasi dan lain sebagainya.
Penerapan prinsip-prinsip syariah melekat pada instrument atau surat berharga atau efek yang diperjualbelikan (efek syariah) dan cara bertransaksinya sebagaimana diatur oleh fatwa DSN – MUI, sehingga tidak memerlukan bursa efek yang terpisah.
Pasar Modal Syariah di Indonesia secara resmi diluncurkan pada tanggal 14 Maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MOU antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah Nasional – MUI. Namun instrument pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareka Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT Danareksa Investment Management.
Selanjutnya Bursa Efek Indonesia bekerjasama dengan PT Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah.
SUMBER HUKUM SYARIAH
Berikut adalah sumber hukum syariah transaksi terkait surat berharga, antara lain:
a. Al –Qur’an
.. dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba … (QS 2:275)
b. As-Sunnah
“ Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain” (HR.Ibnu Majah dari Ubadah bin Shamit)
Dari ketentuan diatas memang tidak ada yang langsung menghalalkan atau mengharamkan transaksi surat berharga karena transaksi tersebut belum dikenal pada zaman nabi.
Hasil pertemuan ulama Internasional telah memperbolehkan transaksi saham seperti yang menjadi dasar fatwa DSN MUI yaitu: Keputusan Mukatamar ke – 7 Majma’ Fiqh Islami tahun 1992 di Jeddah yaitu boleh menjual atau menjaminkan saham dengan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku pada perseroan.
KRITERIA EFEK SYARIAH
Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah suatu lembaga dibawah MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang dibentuk tahun 1999 melalui Fatwa DSN Nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 tanggal 4 Oktober 2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di bidang Pasar Modal, telah menerapkan kriteria produk-produk investasi yang sesuai ajaran Islam.
Semua produk atau instrument keuangan yang digunakan harus memenuhi syarat :
1. Jenis Usaha, produk barang dan jasa yang diberikan serta cara pengelolaan perusahaan emiten tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Jenis kegiatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah antara lain :
- Usaha perjudian atau permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang terlarang,
- Lembaga Keuangan Konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional,
- Produsen, Distributor, serta pedagang makanan dan minuman haram,
- Produsen Distributor, dan/atau penyedia barang/jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat,
- Melakukan investasi pada emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) utang perusahaan pada lembaga keuangan ribawi lebih dominan daripada modalnya.
2. Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezaliman, seperti:
- Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu.
- Ba’I Al Ma’doum, yaitu melakukan penjualan efek syariah yang belum dimiliki (short selling).
- Insider Trading, yaitu menggunakan informasi “orang dalam” dari perusahaan emiten untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilakukan.
- Menimbulkan informasi yang me-nyesatkan.
- Margin Trading, melakukan transaksi atas efek syariah dengan fasilitas pinjaman berbasisi bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian efek syariah tersebut.
- Corner, adalah sejenis manipulasi pasar dalam bentuk menguasai pasokan saham yang beredar di pasar sehingga pelakunya dapat menentukan harga samah di bursa. Dengan adanya corner ini, harga dapat direkayasa dengan cara melakukan transaksi fiktif atau transaksi semu.
- Window Dressing, merupakan praktik tertentu dengan laporan keuangan yang didesain untuk menyajikan kondisi keuangan yang lebih baik daripada keadaan yang sebenarnya. Hal ini dilakukan dalam salah satu upaya meningkatkan harga saham.
JENIS EFEK SYARIAH
Objek jual beli atau perdagangan dalam pasar modal dan pasar modal syariah adalah efek atau surat berharga. Ada lima jenis efek syariah yang dapat diperdagangkan dalam Pasar Modal Syariah yaitu:
1. Saham Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi criteria berdasarkan fatwa DSN-MUI, dan tidak termasuk saham yang memiliki hak-hak istimewa. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa saham merupakan bukti kepemilikan seseorang/pemegang saham atas aset perusahaan sehingga penilaian atas saham seharusnya berdasarkan atas nilai aset (yang berfungsi sebagai underlying asset-nya).
Sebagai bukti kepemilikan, maka saham yang diperbolehkan secara syariah untuk dibeli adalah saham untuk perusahaan-perusahaan yang kegiatan usaha, jenis produk/jasa serta cara pengelolaannya sejalan dengan prinsip syariah.
Penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun nonsyariah, melainkan pada saham yang memenuhi kriteria syariah. BEI (Bursa Efek Indonesia) bekerja sama dengan Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Investment Managemet telah mengembangkan Jakarta Islamic Index (JII) yang menggambarkan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun nonsyariah, melainkan pada saham yang memenuhi kriteria syariah. BEI (Bursa Efek Indonesia) bekerja sama dengan Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Investment Managemet telah mengembangkan Jakarta Islamic Index (JII) yang menggambarkan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinsip syariah.
2. Obligasi Syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Obligasi syariah bukan merupakan surat utang (pada obligasi konvensional) melainkan sertifikat investasi (bukti kepemilikan) atas suatu aset berwujud atau hak manfaat (benefit title) yang menjadi underlying asset nya.
Obligasi syariah bukan merupakan surat utang (pada obligasi konvensional) melainkan sertifikat investasi (bukti kepemilikan) atas suatu aset berwujud atau hak manfaat (benefit title) yang menjadi underlying asset nya.
Setelah perusahaan menerbitkan obligasi syariah, maka perusahaan tersebut harus menjalankan prinsip-prinsip yang mengatur obligasi syariah tersebut. Prinsip obligasi syariah antara lain:
- Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang spesifik, dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk menentukan manfaat yang timbul.
- Hasil investasi yang diterima pemilik dana merupakan fungsi dari manfaat yang diterima perusahaan dari dana hasil penjualan obligasi, bukan dari kegiatan usaha yang lain.
- Tidak boleh memberikan jaminan hasil usaha yang semata-mata merupakan fungsi waktu dari uang (time value of money).
- Obligasi tidak dapat dipakai untuk menggantikan hutang yang sudah ada (bay al dayn bi al dayn).
- Bila pemilik dana tidak harus menanggung rugi, maka pemilik usaha harus mengikat diri (aqad jaiz).
- Pemilik dana dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue sharing), dimana pemilik usaha (emiten) mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.
- Obligasi dapat dijual kembali, baik kepada pemilik dana lainnya ataupun kepada emiten (bila sesuai dengan ketentuan).
- Obligasi dapat dijual dibawah nilai pari (modal awal) kalau perusahaan mengalami kerugian.
- Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah hutang.
Jenis-jenis obligasi syariah berdasarkan akadnya terbagi menjadi:
a. Obligasi Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau kad ijarah dimana suatu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sukuk ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al-Muntahiya.
Dalam akad ijarah disertai dengan adanya perpindahan manfaat tetapi tidak terjadi perpindahan kepemilikan. Ketentuan akad ijarah sebagai berikut:
- Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerak, harta perdagangan) maupun berupa jasa.
- Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak.
- Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara spesifik.
- Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk imbalan atau sewa/upah.
- Pemakai manfaat (penyewa) harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan oleh objek tetap terjaga.
- Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
b. Obligasi mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudhorobah dimana suatu pihak menyediakan modal dan satu pihak lainnya menyediakan dan pihak lain menyediakan tenaga atau keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.
c. Obligasi musyarakah yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad musyarokah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
d. Obligasi istishna’, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna’ dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
Jenis-jenis obligasi syariah berdasarkan institusi yang menerbitkan terbagi menjadi:
a. Obligasi korporasi (perusahaan), yaitu obligasi syariah yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memenuhi prinsip syariah. Dalam penerbitannya terdapat beberapa pihak yang terlibat yaitu:
- Obligor, yaitu emiten yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal obligasi yang diterbitkan sampai dengan jatuh tempo.
- Wali amanat, yaitu untuk mewakili kepentingan investor.
- Investor, yaitu pemegang obligasi yang memiliki hak atas imabalan, margin, dan nilai nominal obligasi sesuai partisipasi masing-masing.
Dalam penerbitan obligasi syariah, terdapat beberapa pihak yang terlibat, yaitu:
- Obligor, yaitu emiten yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai nominal obligasi yang diterbitkan sampai dengan jatuh tempo.
- Investor, yaitu pemegang obligasi yang memilik hak imabalan, amrgin, dan nilai nominal obligasi sesuai partisipasi masing-masing.
- Special Purpose Vehicle (SPV), yaitu badan hukum yang didirikan khusus untuk penerbitan obligasi dengan fungsi (i) sebagai penerbit obligasi, (ii) menjadi counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan aset. (iii) bertindak sebagai wali amanat untuk mewakili kepentingan investor.
Landasan hukum obligasi syariah antara lain:
- Surat Al-Maidah ayat 1.
- Surat Al-Isra’ ayat 34.
- Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah.
- Fatwa DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah Mudharobah.
- Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/IX/2004, tentang Obligasi Syariah Ijarah.
- Fatwa DSN MUI No. 59/DSN-MUI/IX/2007, tentang Obligasi Syariah Mudharobah Konversi.
- UU No:19 tahun 2008, tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Surat berharga syariah negara selanjutnya disebut SBSN, yaitu merupakan surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
3. Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Reksa Dana Syariah adalah satuan ukuran yang menunjukkan bagian kepentingan setiap pihak dalam portofolio investasi suatu KIK Reksa Dana Syariah.
Reksa dana syariah adalah reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik dalam bentuk akad pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/ rabb al-maal) dengan manager investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shalib al-mal dengan pengguna investasi. (Fatwa DSN Nomor: 20/DSN-MUI/IX/2001).
Produk-produk yang dapat dijadikan portofolio bagi reksa dana syariah adalah produk-produk investasi sesuai dengan syariah; seperti saham-saham yang tergabung dalam JII obligasi syariah, dan berbagai instrumen keuangan syariah lainnya.
Reksa dana syariah merupakan sarana investasi campuran yang menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola oleh manajer investasi.
Keuntungan berinvestasi pada reksa dana syariah adalah dapat dilakukan secara ritel sehingga investasi awal dapat disesuaikan dengan kesanggupan keuangan dan nilainya kecil. Keuntungan lainnya adalah hasilnya yang relatif lebih tinggi (dibanding deposito) serta bebas pajak, mudah pelaksanaan transaksinya, perkembangannya yang dapat dipantau secara harian melalui media serta adanya audit secara rutin dan pengawasan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Berikut beberapa reksa dana syariah di Indonesia :
- BNI Dana Syariah (sejak tahun 2004)
- Dompet Dhuafa Syariah (2004)
- PNM Amanah Syariah (2004)B
- Dana Syariah (2004)
- I-Hajj Syariah Fund (2005)
- Reksa Dana PNM Syariah (sejak tahun 2000)
- Danareksa Syariah Berimbang (2000)
- Batasa Syariah (2003)
- BNI Dana Plus Syariah (2004)
- AAA Syariah Fund (2004)
- BSM Investa Berimbang (2004)
Mekanisme operasional dalam reksa dana syariah terdiri atas:
- Antara pemodal dengan manajer investasi dilakukan sistem wakalah,
- Antara manajer investasi dan pengguna investasi dilakukan dengan sistem mudharabah
4. Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang portofolionya terdiri atas asset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan asset fisik oleh lembaga keuangan, efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta asset keuangan setara, yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah,
5. Surat Berharga Komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang seusai dengan prinsip-prinsip syariah
6. Surat Berharga Syariah lainnya.
Bermanfaat
BalasHapusHebat
BalasHapusNambah ilmu
BalasHapusTerimakasih, blog ini sangat membantu
BalasHapus